Apakah Umrah Mandiri Sudah Dilegalkan?
Refleksi Kritis atas UU No. 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah dan Haji (PIHU)
Indonesia dikenal sebagai negara dengan jamaah haji dan umrah terbesar di dunia. Setiap tahun jutaan umat Islam berangkat menuju Tanah Suci, baik melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) maupun Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Selama puluhan tahun, sistem ini membentuk ekosistem keumatan dan ekonomi yang kokoh — melibatkan pesantren, ormas Islam, majelis taklim, serta ribuan tenaga kerja di berbagai daerah.

Namun, munculnya istilah “Umrah Mandiri” dalam UU PIHU No. 14 Tahun 2025, khususnya Pasal 86 ayat (1) huruf b, menimbulkan kekhawatiran di kalangan penyelenggara resmi dan pelaku industri umrah-haji di seluruh Indonesia.
Bahaya dan Risiko Umrah Mandiri
1. Risiko bagi Jamaah
Konsep Umrah Mandiri—yakni berangkat tanpa melalui PPIU resmi—tampak memberikan kebebasan, namun menyimpan bahaya besar:
- Jamaah tidak mendapat bimbingan manasik, pembinaan fiqh, serta perlindungan hukum yang layak.
- Jika terjadi masalah seperti gagal berangkat, kehilangan bagasi, penipuan, atau sakit di Tanah Suci, tidak ada pihak yang bertanggung jawab.
- Banyak jamaah awam tidak memahami aturan Saudi, seperti larangan beratribut politik, overstay, atau pelanggaran kecil seperti memberi makan burung yang bisa berujung denda besar.
- Sejarah mencatat penipuan besar seperti tahun 2016 saat 120.000 jamaah gagal berangkat karena biro tidak resmi—bahkan saat pengawasan sudah ketat.
- Tidak ada pembimbing, kajian ilmu, atau pendampingan spiritual, sehingga jamaah berpotensi tidak sah dalam menjalankan ibadahnya.
2. Risiko bagi Ekosistem Keumatan
Umrah bukan sekadar wisata religi. Ini adalah ibadah mahdhah yang membutuhkan pembimbingan ruhani dan kepatuhan syariat.
Dengan mengabaikan peran PPIU, masyarakat kehilangan pembinaan keagamaan dan sosial yang selama ini dijalankan pesantren dan ormas Islam.
Jika dibiarkan, sistem ini bisa menghancurkan ekosistem keumatan yang telah tumbuh sejak masa KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari.
Bahaya Legalisasi Umrah Mandiri
Masalah terbesar bukan pada praktik “Umrah Mandiri” semata, melainkan pada legalisasi resminya.
Jika Umrah Mandiri dilegalkan, korporasi global dan marketplace asing seperti Nusuk, Agoda, Booking.com, atau Maysan bisa langsung menjual paket ke masyarakat Indonesia tanpa melalui PPIU resmi.
Dampaknya sangat luas:
- Hilangnya Kedaulatan Ekonomi Umat:
Lebih dari 4,2 juta tenaga kerja di sektor umrah-haji berpotensi kehilangan pekerjaan jika dana umat mengalir ke perusahaan global. - Menurunnya Pengawasan dan Perlindungan Jamaah:
PPIU wajib memiliki izin dan akreditasi. Sedangkan marketplace asing tidak tunduk pada hukum Indonesia, membuat jamaah rentan. - Menurunnya TKDN dan Penerimaan Pajak:
Dengan legalisasi ini, nilai tambah ekonomi dan pajak akan berpindah ke luar negeri. - Matinya Ekosistem Umat:
Banyak PPIU dimiliki pesantren dan ormas. Jika peran mereka dihapus, ibadah umrah akan berubah menjadi sekadar bisnis komersial tanpa ruh spiritual.

Umrah Mandiri Bukan Kebebasan Sejati
Meski disebut “mandiri”, dalam praktiknya Umrah Mandiri tetap terikat pada dua hal:
- Harus melalui penyedia layanan resmi, dan
- Wajib tercatat di Sistem Informasi Kementerian Agama (Kemenag).
Artinya, jamaah tetap bergantung pada penyedia resmi.
Selain itu, Pasal 122 dan 124 UU PIHU 2025 menegaskan ancaman pidana hingga 8 tahun penjara bagi pihak yang bertindak seperti PPIU tanpa izin.
Jadi, “Umrah Mandiri” bukanlah izin bebas memberangkatkan jamaah tanpa regulasi.
Dampak Negatif bagi Negara dan Umat
Jika legalisasi Umrah Mandiri diterapkan tanpa pembatasan, dampaknya bisa sangat luas:
- Ribuan PPIU tutup, jutaan pekerja kehilangan pekerjaan.
- Pesantren dan lembaga dakwah kehilangan sumber dana pembinaan.
- Penerimaan pajak dan devisa negara menurun.
- Nilai spiritual umrah tergeser menjadi sekadar transaksi wisata.
Seperti disampaikan oleh Dr. Iqbal Alan Abdullah, MSc, CMMC, Ketua Umum INCCA:
“Legalisasi Umrah Mandiri akan sangat merugikan — baik dari sisi perlindungan jamaah maupun ekonomi domestik.”
Menjaga Ekosistem Umrah-Haji Berbasis Keumatan
Sejak masa pra-kemerdekaan, umat Islam Indonesia sudah menjadi pelopor penyelenggaraan haji dan umrah berbasis kemandirian keumatan.
Dari Muhammadiyah hingga Nahdlatul Ulama, ribuan pesantren dan ormas Islam membangun sistem pembinaan jamaah dengan nilai spiritual yang tinggi.
Karena itu, ekosistem ini perlu dijaga agar ibadah tetap suci, aman, dan penuh berkah.
Penutup
Keresahan para penyelenggara umrah bukan karena takut bersaing, tetapi karena mereka memahami nilai ibadah dan tanggung jawab sosial di balik industri ini.
Perjalanan menuju Baitullah bukan sekadar perjalanan wisata, melainkan ibadah yang suci dan harus dibimbing dengan benar.
Semoga Kementerian Agama dan DPR RI mampu menempatkan Umrah Mandiri dalam koridor syariat, agar ekosistem keumatan tetap terjaga dan tidak tergantikan oleh sistem global yang hanya berorientasi profit.
Wallahua’lam.
Zaky Zakariya
Sekjen AMPHURI & Direktur Khazzanah Tours & Travel
Indonesia mungkin tidak gelap, tetapi ekosistem Umrah-Haji berbasis keumatan kini sedang terancam redup.
✨ Ayo Umrah Bersama Khazzanah Tours!
Tunaikan ibadah umrah dengan bimbingan terpercaya, pelayanan profesional, dan pembinaan ruhani yang mendalam.
Bersama Khazzanah Tours & Travel, jadikan perjalanan Anda ke Tanah Suci penuh makna, aman, dan sesuai syariat.
Konsultasikan program anda kepada kami:
Jl. Otista Raya No. 46 B Cawang, Jakarta Timur
021-2280 5042 | 0858 92100300 | 0877 4100 0035
