Tanpa Visa Haji, Jemaah Tak Bisa Masuki Tanah Suci
Tanpa Visa Haji, Jemaah Tak Bisa Masuki Tanah Suci
Jakarta – Pemerintah Arab Saudi menegaskan bahwa hanya jemaah yang memiliki visa haji resmi (tasreh) yang diperbolehkan memasuki Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. Jemaah yang nekat menggunakan visa selain visa haji, seperti visa ziarah atau visa kerja, akan dikenai sanksi tegas.
Peringatan ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal DPP AMPHURI, H. A. Zaky Zakaria A., Lc., MA, dalam wawancara di televisi nasional, METRO TV. Ia menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia perlu memahami perbedaan antara haji prosedural dan non-prosedural, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 18-20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.
“Haji prosedural itu ada dua jenis, yakni haji kuota dan haji non-kuota. Haji kuota dibagi menjadi haji reguler (92%) dan haji khusus (8%), sementara haji non-kuota dikenal dengan istilah haji mujamalah atau furoda. Semuanya menggunakan visa haji resmi,” ujar H. Zaky.
Sebaliknya, haji non-prosedural dilakukan tanpa visa haji, melainkan dengan visa ziarah (ziarah syakhsiyah, tijariyah, munafik, dll.) atau visa kerja (amil, mu'akot, mausim), yang tidak diperuntukkan untuk berhaji. “Kementerian Haji Arab Saudi menegaskan: tidak boleh melaksanakan haji kecuali dengan tasreh, yaitu visa haji,” tambahnya.
Sanksi Berat Bagi Pelanggar
Zaky menyebutkan sejumlah sanksi bagi jemaah haji ilegal:
- Denda sebesar 20.000 riyal (sekitar Rp85 juta),
- Penahanan di penjara imigrasi (Tarhil),
- Deportasi, dan
- Larangan masuk ke Arab Saudi selama 10 tahun, baik untuk haji, umrah, maupun tujuan lain.
“Lebih berat lagi bagi penyelenggara haji ilegal. Mereka bisa dikenai denda hingga 80.000 riyal (sekitar Rp400 juta),” ungkapnya.
Masyarakat Diminta Waspada
Zaky mengimbau masyarakat untuk memastikan visa yang digunakan adalah visa haji resmi, karena banyak penyelenggara non-resmi yang menawarkan program haji dengan visa ziarah atau kerja, namun mengaku menggunakan visa haji.
“Pastikan jenis visa yang ditawarkan, dan saat visa keluar, periksa kembali. Di visa non-haji tertulis jelas: ‘not permitted for hajj’. Masyarakat awam sering kali tidak memeriksa hal ini,” tegas Zaky.
Dampak Terhadap Jemaah Furoda
Lebih lanjut, Zaky menjelaskan bahwa pada tahun ini, visa haji Furoda untuk Indonesia tidak dikeluarkan. Hal ini berdampak langsung pada ribuan calon jemaah yang telah mendaftar program tersebut.
“Meskipun kuota haji reguler dan haji khusus tahun ini tetap lengkap, ribuan calon jemaah Furoda terdampak karena visanya tidak keluar. Sebagian pihak yang mengaku menggunakan visa Furoda sebenarnya menggunakan visa mujamalah, yang juga termasuk visa haji namun berbeda sumber,” jelasnya.
Pemerintah dan seluruh pihak terkait diimbau untuk bersama-sama mencegah praktik haji ilegal demi melindungi jemaah dan menjaga hubungan baik antara Indonesia dan Arab Saudi.